"Sebelum Membangun Hubungan, Sudahkah Kita Berdamai dengan Diri Sendiri?"

Akhir-akhir ini, ogut sering banget merenung soal satu hal: hubungan romantis.

Bukan karena ogut baru jatuh cinta atau baru patah hati. Tapi karena ogut mulai sadar, membangun hubungan itu ternyata jauh lebih dalam dari sekadar saling suka, saling kabar tiap hari, atau saling kangen kalau lama nggak ketemu.

Mungkin ini kedengarannya klise, tapi ogut benar-benar mulai paham satu hal penting:
Kalau belum selesai dengan diri sendiri, hubungan apapun yang ogut bangun bisa jadi malah jadi ladang luka, bukan tempat pulih.

Ogut sempat merasa bingung. Kenapa ya, saat ogut menjalin hubungan atau mencoba dekat dengan seseorang, rasanya ogut yang ingin selalu dimengerti? Ogut yang ingin selalu didengar? Ogut yang merasa pantas untuk diperjuangkan, tapi lupa untuk bertanya:
“Apakah ogut juga sudah menjadi ruang yang aman dan nyaman untuk dia?”

Jujur aja, ogut belum pernah punya hubungan yang benar-benar intens dan dalam. Sebagian besar hanya tahap saling kenal, lalu bubar. Tapi justru dari pengalaman-pengalaman pendek itu, ogut jadi bisa membaca pola:
Setiap kali hubungan itu mulai terasa dekat, ogut sering merasa waspada, defensif, bahkan overthinking. Padahal ogut nggak sedang disakiti, tapi hati ogut seperti menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk—seolah cinta itu ancaman, bukan ruang tumbuh.

Dan ogut mulai bertanya-tanya:
Apa jangan-jangan ogut terlalu fokus pada perasaan ogut sendiri dalam hubungan?
Apa jangan-jangan ogut menuntut lebih banyak, karena ogut belum cukup memahami apa arti memberi dalam cinta?

Banyak yang bilang, “harus selesai dengan diri sendiri dulu sebelum menjalin hubungan.”
Tapi ogut sempat mikir:
Emang siapa sih manusia yang benar-benar selesai dengan dirinya?
Ogut rasa, nggak ada. Kita semua luka, kita semua punya kekurangan, dan kita semua masih dalam proses. Tapi mungkin yang dimaksud dengan “selesai” di sini bukan tentang menjadi sempurna. Bukan juga harus bahagia 24/7 atau bebas dari masa lalu.

Mungkin, “selesai” itu berarti: kita tahu luka kita berasal dari mana, dan kita nggak menjadikan pasangan sebagai obat satu-satunya untuk menyembuhkan itu.
Kita sadar kita masih belajar, tapi kita nggak lagi menjadikan orang lain sebagai tumpuan tunggal atas semua beban emosi yang ogut sendiri belum beresin.

Dalam hubungan, ogut belajar bahwa cinta itu bukan tempat untuk berlindung dari badai batin yang belum ogut selesaikan, tapi tempat di mana ogut dan dia bisa berteduh sama-sama—saling ngelap air hujan di jaket masing-masing, bukan saling menyalahkan kenapa masih basah.

Ada satu kalimat yang ogut suka:
"Cinta yang matang adalah cinta yang memberi tanpa merasa kehilangan, dan menerima tanpa merasa berutang."
Dan ogut rasa, itu butuh kedewasaan emosional yang tidak muncul dalam semalam.

Ogut juga pelan-pelan belajar bahwa dalam hubungan, ogut nggak bisa cuma jadi orang yang ingin dimengerti. Ogut juga harus bisa mendengar. Harus bisa sabar. Harus bisa berhenti sejenak dari ego, dan bertanya:
"Apa kabarnya dia hari ini?"
"Apa ogut hadir untuknya seperti ogut ingin dia hadir untuk ogut?"

Kadang, ogut merasa terlalu larut dalam keinginan untuk dicintai, sampai lupa bahwa mencintai juga adalah proses yang sama pentingnya. Cinta bukan hanya tentang menerima perhatian, tapi juga tentang memberi ruang bagi orang lain untuk tumbuh—meskipun pertumbuhannya itu bukan selalu seperti yang ogut inginkan.

Jadi, hari ini ogut nggak sedang memberi nasihat tentang cinta. Ogut juga belum jadi pakar hubungan. Tapi ogut cuma mau jujur, bahwa ternyata cinta itu bukan urusan sederhana. Dan untuk bisa mencintai dengan baik, ogut harus terus belajar mencintai diri sendiri dengan sehat—bukan dengan menyalahkan, bukan dengan menuntut pengakuan, tapi dengan berdamai perlahan.

Ogut rasa, kita nggak harus tunggu benar-benar “selesai” dulu untuk bisa menjalin hubungan. Tapi yang penting, kita sadar kita sedang dalam proses. Dan kita nggak menjadikan pasangan sebagai “penyelamat”, tapi sebagai teman seperjalanan yang bisa saling peluk di tengah lelah.

Hubungan yang sehat, ogut percaya, bukan soal siapa yang paling sempurna. Tapi tentang dua orang yang sama-sama belajar untuk tidak saling menyakiti… bahkan ketika mereka sedang terluka.

Komentar

Postingan Populer