VOC Sebagai Cikal Bakal Kapitalisme dan Hukum Korporasi di Indonesia – Warisan yang Masih Tersisa
Abstrak
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) merupakan perusahaan multinasional pertama di dunia yang menjadi pionir dalam pengembangan sistem korporasi modern, termasuk konsep saham publik, tanggung jawab terbatas (limited liability), dan manajemen terpusat. Didirikan pada tahun 1602 melalui hak oktroi yang diberikan oleh Staten-Generaal Belanda, VOC diberi kekuasaan luar biasa yang melampaui fungsi ekonomi, mencakup otoritas militer, diplomatik, dan yudisial di wilayah jajahan, termasuk Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis VOC tidak hanya sebagai entitas dagang, tetapi juga sebagai instrumen kolonialisme korporat yang membentuk fondasi struktur hukum dan ekonomi kolonial di Indonesia. Artikel ini mengkaji secara historis pembentukan VOC, hak-hak istimewanya, sistem hukum dan administrasi yang diterapkan di wilayah kekuasaan, serta warisan budaya, sosial, dan hukum yang ditinggalkannya. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan, bertujuan untuk menyoroti dualitas peran VOC sebagai pelopor modernisasi ekonomi melalui model korporasi, sekaligus sebagai agen dominasi kolonial yang meninggalkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat Indonesia, termasuk dalam praktik birokrasi, struktur hukum, dan bahkan budaya korupsi.
Kata Kunci: VOC, hak oktroi, limited liability, kolonialisme, hukum korporasi, warisan budaya.
Pendahuluan
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), atau Perusahaan Hindia Timur Belanda, didirikan pada 20 Maret 1602 sebagai bentuk kongsi dagang yang merepresentasikan kepentingan perdagangan Belanda di kawasan Asia, khususnya dalam memonopoli perdagangan rempah-rempah yang saat itu menjadi komoditas paling bernilai di pasar dunia (Gramedia, n.d.). Pembentukan VOC merupakan respons strategis terhadap meningkatnya persaingan antar pedagang Eropa, terutama dari Portugis dan Spanyol yang lebih dulu menjalin jalur dagang di kawasan Nusantara. VOC menjadi simbol kekuatan dagang yang terorganisir secara nasional, dan mencerminkan kepentingan negara Belanda dalam memperluas pengaruhnya di kawasan timur.
Melalui pemberian hak oktroi oleh Staten-Generaal (parlemen Belanda), VOC mendapatkan sejumlah hak istimewa yang menjadikannya lebih dari sekadar entitas bisnis. Hak-hak tersebut meliputi hak untuk memonopoli perdagangan, membuat perjanjian dengan negara asing, membentuk angkatan bersenjata, mendirikan benteng, hingga memerintah wilayah jajahan layaknya negara berdaulat (Liputan6.com, n.d.). VOC dengan demikian bukan hanya pelaku ekonomi, tetapi juga memiliki fungsi politik dan militer yang menjadikannya semacam “negara dalam negara.” Bentuk legal seperti ini merupakan preseden penting dalam sejarah hukum bisnis dan menjadi cikal bakal munculnya konsep perusahaan multinasional modern.
VOC juga dikenal sebagai perusahaan pertama di dunia yang menerapkan prinsip limited liability atau tanggung jawab terbatas bagi para pemegang saham. Artinya, para investor tidak bertanggung jawab atas kerugian perusahaan melebihi jumlah investasi yang mereka tanamkan. Selain itu, saham VOC diperdagangkan secara terbuka di bursa saham Amsterdam, yang menjadi cikal bakal sistem pasar modal modern. Inovasi hukum dan keuangan ini menunjukkan bahwa VOC tidak hanya sebagai mesin ekspansi kolonial, tetapi juga sebagai perintis dalam sejarah hukum korporasi global (Subekti, 2021).
Di balik kemegahan struktur korporatnya, VOC meninggalkan warisan kelam dalam sejarah sosial-politik di wilayah yang mereka kuasai, terutama di Indonesia. Penaklukan, eksploitasi sumber daya alam, kerja paksa, serta praktik korupsi yang merajalela menjadi bagian dari wajah lain perusahaan ini. Bahkan, sebagian nilai dan budaya birokrasi yang terbentuk di masa kolonial, seperti sentralisasi kekuasaan dan penyalahgunaan wewenang, masih terasa dampaknya hingga saat ini dalam berbagai institusi di Indonesia (Reid, 2014). Dengan demikian, membahas VOC tidak bisa dilepaskan dari dimensi historis, hukum, ekonomi, dan sosial budaya yang saling berkelindan.
Penelitian ini penting untuk mengkaji VOC tidak semata dari sisi keberhasilannya sebagai korporasi modern pertama, melainkan juga sebagai entitas yang menanamkan fondasi bagi sistem hukum kolonial yang kelak menjadi dasar perkembangan hukum dan administrasi di Indonesia. Dengan pendekatan historis yuridis, artikel ini akan menguraikan fakta-fakta mengenai struktur VOC, sistem hukum yang diterapkannya, serta pengaruh jangka panjang yang ditinggalkan terhadap sistem hukum dan budaya korporasi di Indonesia.
Sejarah Pembentukan VOC
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dibentuk pada awal abad ke-17 sebagai hasil dari kebijakan negara Belanda dalam mengonsolidasikan kekuatan ekonomi nasional. Pembentukan VOC didorong oleh kebutuhan strategis untuk menyatukan berbagai perusahaan dagang swasta Belanda yang sebelumnya bersaing satu sama lain dalam perdagangan rempah-rempah di wilayah Asia. Persaingan ini tidak hanya melemahkan posisi Belanda secara global, tetapi juga memberikan keuntungan bagi kekuatan kolonial lain seperti Portugis dan Spanyol yang telah lebih dulu menancapkan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara (Liputan6, 2023). Maka dari itu, integrasi perusahaan-perusahaan dagang ini menjadi langkah taktis negara untuk menciptakan kekuatan dagang yang lebih solid dan terpusat.
VOC resmi didirikan pada 20 Maret 1602 melalui surat keputusan Staten-Generaal (parlemen Belanda). Pemerintah Belanda memberikan hak oktroi selama 21 tahun kepada VOC, yang memberikan kewenangan penuh dalam melakukan aktivitas ekonomi dan politik di wilayah Asia Timur. Dengan menggabungkan enam perusahaan dagang regional yang beroperasi di kota-kota seperti Amsterdam, Rotterdam, dan Zeeland, VOC muncul sebagai satu entitas besar dengan modal awal sebesar 6,5 juta gulden—angka yang sangat besar untuk masa itu (Media Indonesia, 2023). Skala modal yang besar inilah yang memungkinkan VOC membiayai ekspedisi berskala besar serta membentuk kekuatan militer untuk menjaga kepentingan dagangnya.
Hak oktroi yang diberikan kepada VOC tidak terbatas pada kegiatan perdagangan. VOC juga diberikan wewenang untuk membuat perjanjian dengan penguasa lokal, mencetak mata uang, membentuk pasukan bersenjata, hingga membangun benteng dan wilayah koloni sendiri. Kekuasaan ini menjadikan VOC bukan hanya sebuah perusahaan dagang, tetapi juga sebuah entitas semi-negara yang beroperasi secara otonom di luar negeri, dengan legitimasi hukum dari pemerintah pusat Belanda (Liputan6.com, n.d.). VOC merupakan contoh awal dari state-sanctioned corporation yang memiliki kekuasaan menyerupai negara di wilayah jajahan.
Dalam praktiknya, VOC menerapkan sistem administrasi yang sangat terorganisir dengan struktur hirarki yang menghubungkan pusat perusahaan di Belanda dengan wilayah-wilayah operasional di Asia. Dewan Tujuh Belas (Heeren XVII) yang berkedudukan di Amsterdam menjadi badan tertinggi pengambil keputusan dalam VOC. Sementara itu, di wilayah timur, kekuasaan operasional dijalankan oleh seorang Gubernur Jenderal yang berkedudukan di Batavia (kini Jakarta), yang bertindak layaknya kepala pemerintahan kolonial (Ricklefs, 2001). Hal ini mempertegas status VOC sebagai kekuatan politik dan ekonomi yang mendominasi kawasan Asia Tenggara selama lebih dari dua abad.
Konsep korporasi yang digunakan VOC memperkenalkan prinsip-prinsip modern dalam dunia bisnis, termasuk penggunaan saham yang dapat diperjualbelikan dan prinsip tanggung jawab terbatas bagi pemegang saham (limited liability). Dalam sejarah perusahaan global, VOC menjadi pionir dalam pembentukan pasar modal pertama di dunia dengan didirikannya bursa saham Amsterdam pada tahun 1602. Investor dapat membeli saham VOC dan memperoleh keuntungan tanpa harus terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan. Model ini kemudian menjadi dasar dari sistem korporasi modern yang diterapkan di seluruh dunia hingga saat ini (De Vries & Van der Woude, 1997).
Namun, di balik kemajuan tersebut, VOC juga memperlihatkan sisi gelap dari model kolonial berbasis korporasi. Dalam mengejar keuntungan ekonomi, VOC tidak segan menggunakan kekuatan militer, melakukan penindasan terhadap masyarakat lokal, dan menjalankan praktik eksploitasi yang masif. Kebijakan monopolistik dan intervensi terhadap kerajaan-kerajaan lokal menimbulkan ketegangan sosial dan konflik yang berkepanjangan. VOC menjadi simbol kolonialisme korporat, di mana perusahaan swasta diberi kuasa penuh untuk menjalankan pemerintahan dan mengeksploitasi wilayah jajahan. Fenomena ini menjadi pelajaran penting dalam studi hukum bisnis dan kolonialisme, terutama dalam menimbang batas etika dan legalitas suatu korporasi yang diberi wewenang negara.
Hak Oktroi dan Kekuasaan VOC
VOC adalah satu dari sedikit entitas dalam sejarah dunia yang mendapatkan kekuasaan luar biasa melalui dokumen hukum bernama hak oktroi. Hak ini diberikan oleh Staten-Generaal (Parlemen Belanda) ketika mendirikan VOC pada tahun 1602. Berbeda dengan perusahaan dagang biasa, VOC dibentuk bukan hanya sebagai alat perdagangan, melainkan sebagai perpanjangan tangan negara Belanda di wilayah timur. Hak oktroi ini secara resmi memberikan sembilan hak istimewa kepada VOC, yang secara hukum menjadikannya semacam negara dalam bentuk korporasi (iNews.ID, 2023).
Hak-hak tersebut meliputi monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan hingga Selat Magelhaens, yang berarti VOC menjadi satu-satunya entitas yang diizinkan melakukan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut atas nama Belanda. VOC juga berhak membentuk angkatan perang sendiri dan menyatakan perang atau damai dengan pihak mana pun di wilayah operasinya. Ini menjadikan VOC sebagai entitas militer yang sah di mata hukum kolonial Belanda (Kumparan, 2023).
Selain itu, VOC memiliki hak untuk mencetak dan mengedarkan mata uang sendiri. Ini adalah salah satu simbol kekuasaan tertinggi yang biasa dimiliki oleh negara berdaulat. Dengan memiliki mata uang sendiri, VOC dapat mengatur sistem perekonomian lokal di wilayah jajahan tanpa harus bergantung langsung pada pemerintah pusat. VOC juga memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan pegawai, baik di tingkat pusat maupun di wilayah operasional, yang menunjukkan adanya sistem birokrasi internal yang sangat kompleks (Detikcom, 2021).
Yang lebih mencolok lagi, VOC memiliki hak memungut pajak dari masyarakat lokal serta membuat perjanjian politik dan ekonomi dengan raja-raja setempat. Dalam konteks Indonesia, VOC sering kali menjadi penentu utama arah politik kerajaan lokal dengan menjalin persekutuan atau memaksakan monopoli dagang melalui pakta yang dibuat sepihak. Ini membuktikan bahwa VOC menjalankan fungsi negara sepenuhnya, termasuk dalam hubungan internasional dan pengambilan kebijakan publik (Berita Terbaru, 2023).
Kewenangan VOC juga mencakup kekuasaan yudisial. VOC dapat menjalankan kekuasaan kehakiman atas wilayah-wilayah yang mereka kontrol. Ini artinya, mereka dapat membentuk sistem peradilan sendiri, mengadili, dan menghukum rakyat di wilayah jajahan sesuai hukum dagang dan kepentingan perusahaan. Di samping itu, VOC juga memiliki hak untuk mendirikan loji dagang dan benteng, sebagai upaya untuk melindungi aset dan memperluas kekuasaan militernya (Scribd, 2022). Fungsi-fungsi ini jika disandingkan dengan konsep negara modern, menjadikan VOC setara dengan negara yang memiliki executive, legislative, dan judiciary power.
Kekuatan yang luar biasa ini membuat VOC menjadi contoh nyata dari model corporate sovereignty, yakni bentuk kekuasaan negara yang dijalankan oleh korporasi swasta. Model ini menimbulkan perdebatan di bidang hukum bisnis dan hukum tata negara, karena batas antara kekuasaan negara dan kekuasaan ekonomi swasta menjadi kabur. Meski hak oktroi ini sudah lama tidak digunakan dalam praktik hukum positif modern, warisannya masih terasa dalam banyak bentuk, mulai dari sistem konsesi, monopoli BUMN, hingga praktik pengaruh korporasi dalam politik negara berkembang. Oleh karena itu, studi tentang hak oktroi VOC bukan hanya sejarah kolonial, tetapi juga refleksi atas relasi kuasa antara negara, hukum, dan korporasi di masa kini.
Sistem Hukum dan Korporasi VOC
VOC tidak hanya dikenang karena ekspansi kolonial dan dominasi dagangnya, tetapi juga karena kontribusinya terhadap perkembangan sistem hukum bisnis modern, khususnya dalam hal struktur korporasi. Salah satu warisan terpenting VOC adalah penerapan prinsip limited liability, yaitu tanggung jawab terbatas pemegang saham atas kerugian perusahaan hanya sebesar modal yang mereka tanamkan. Dengan prinsip ini, risiko bisnis menjadi lebih terkendali bagi investor, sehingga mendorong partisipasi masyarakat luas dalam pendanaan korporasi (Wikipedia, n.d.).
Struktur hukum VOC juga mencerminkan pemisahan fungsi antara pemilik modal (shareholders) dan pengelola (managers). Pemegang saham tidak terlibat langsung dalam pengelolaan sehari-hari perusahaan, melainkan menyerahkan pengelolaan kepada Dewan Tujuh Belas (Heeren XVII), yang menjadi dewan direksi pusat VOC. Pola ini merupakan cikal bakal sistem tata kelola perusahaan (corporate governance) modern, yang hingga kini menjadi prinsip utama dalam pembentukan dan pengelolaan Perseroan Terbatas (PT) (Hukumonline, 2007).
Di Indonesia sendiri, konsep PT dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya mengadopsi prinsip-prinsip yang telah diperkenalkan VOC. Sistem saham, tanggung jawab terbatas, pemisahan kepemilikan dan pengelolaan, serta keberadaan organ perusahaan seperti direksi dan komisaris, semuanya merupakan perkembangan lanjut dari model korporasi yang pertama kali diterapkan secara sistematis oleh VOC di abad ke-17 (Universitas Jayabaya, 2023).
Meskipun VOC dibubarkan secara resmi oleh pemerintah Belanda pada 31 Desember 1799 karena korupsi, kesalahan manajemen, dan beban utang yang besar, banyak sistem hukum yang diwariskan tetap bertahan. Dalam praktiknya, sistem hukum dagang Belanda yang dibawa melalui VOC menjadi fondasi hukum kolonial Hindia Belanda, yang kemudian bertransformasi menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang masih berlaku secara parsial di Indonesia hingga saat ini (Repository Universitas Jayabaya, 2023).
Lebih jauh, pengaruh VOC juga terlihat dalam bagaimana negara modern menyikapi eksistensi korporasi besar yang memegang kekuasaan ekonomi dan bahkan kekuasaan politik. Studi mengenai VOC telah banyak digunakan sebagai studi kasus mengenai corporate imperialism, yaitu ketika korporasi memiliki kekuatan seperti negara, dan beroperasi di luar batas moral maupun pengawasan hukum yang ketat. Oleh karena itu, warisan VOC bukan hanya relevan dalam konteks sejarah, tetapi juga sebagai refleksi terhadap dinamika kekuasaan antara negara dan korporasi di era globalisasi (Hukumonline, 2007).
Dengan demikian, VOC berperan penting sebagai pionir dalam membentuk arsitektur dasar hukum korporasi modern. Meskipun banyak sisi gelap dari praktik ekspansi kolonialnya, pendekatan hukum dan sistem korporasi yang diterapkan VOC menjadi warisan yang terus hidup dalam sistem hukum positif Indonesia, terutama dalam hukum perusahaan dan tata kelola korporasi. Hal ini menunjukkan bahwa warisan sejarah kolonial tidak selalu hilang bersama kolonialisme itu sendiri, melainkan dapat terus berdampak pada sistem hukum dan ekonomi kontemporer.
Dampak Budaya dan Warisan VOC di Indonesia
Kehadiran VOC selama hampir dua abad di Nusantara tidak hanya meninggalkan jejak dalam bidang perdagangan dan hukum, tetapi juga secara mendalam memengaruhi budaya dan struktur sosial masyarakat Indonesia. Dampak ini terasa hingga kini, baik dalam bentuk warisan kebudayaan material seperti arsitektur dan kuliner, maupun dalam bentuk nonmaterial seperti bahasa, sistem birokrasi, dan nilai-nilai sosial. Sebagai korporasi yang menjalankan fungsi kenegaraan, VOC turut membentuk pola interaksi sosial dan sistem pemerintahan lokal yang berlangsung hingga periode kolonial dan bahkan pascakemerdekaan (Liputan6.com, 2023).
Salah satu bentuk warisan budaya VOC yang paling nyata adalah dalam aspek bahasa. Banyak kosakata Belanda yang diadopsi ke dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam ranah administrasi, hukum, dan kehidupan sehari-hari. Kata-kata seperti "kantor", "notaris", "gubernur", "polisi", dan "residen" merupakan sebagian dari banyak istilah Belanda yang masih digunakan hingga kini (Liputan6.com, 2023). Proses asimilasi bahasa ini mencerminkan interaksi jangka panjang antara kekuasaan kolonial dan masyarakat lokal.
Di bidang arsitektur, VOC mewariskan bangunan-bangunan bergaya kolonial yang saat ini menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia. Gedung-gedung dengan langgam arsitektur Eropa yang berdiri kokoh di kota-kota seperti Jakarta (dulu Batavia), Semarang, dan Surabaya merupakan bukti historis kehadiran VOC. Bangunan seperti Balai Kota Lama di Jakarta dan Fort Rotterdam di Makassar menunjukkan bagaimana VOC membentuk ruang kota dan pusat kekuasaan (Kemdikbud, 2019).
Warisan lain yang signifikan adalah sistem birokrasi kolonial. VOC memperkenalkan model pemerintahan yang terpusat, hierarkis, dan efisien demi kepentingan eksploitasi ekonomi. Struktur ini kemudian dilanjutkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dan menjadi model awal sistem birokrasi di Indonesia modern. Sentralisasi kekuasaan yang diperkenalkan oleh VOC berdampak jangka panjang terhadap pola hubungan antara pusat dan daerah, serta persepsi masyarakat terhadap pemerintah sebagai entitas dominan dan hirarkis (Inspirasinusantara.id, 2023).
Selain warisan material dan kelembagaan, VOC juga memperkenalkan budaya konsumsi khas kolonial seperti Rijsttafel, yakni tradisi makan yang memadukan beragam hidangan Indonesia dalam satu meja, terinspirasi oleh kebiasaan kuliner Belanda. Budaya ini mengekspresikan dominasi dan orientalisme kolonial terhadap budaya lokal, tetapi di sisi lain juga memperkaya keragaman kuliner Indonesia dengan sentuhan Eropa (Inspirasinusantara.id, 2023).
Namun, tidak semua warisan VOC bersifat positif. Salah satu dampak negatif yang masih menjadi masalah struktural di Indonesia adalah praktik korupsi. VOC dikenal sebagai entitas korporat yang penuh dengan praktik penyalahgunaan wewenang dan korupsi internal, terutama oleh para pejabatnya di wilayah jajahan. Kultur korupsi ini ditransmisikan melalui sistem kolonial ke dalam pemerintahan pascakolonial, membentuk warisan budaya politik yang sulit dihapuskan. Sejumlah studi menyatakan bahwa praktik korupsi yang terjadi di masa VOC menjadi akar dari budaya birokrasi yang tidak transparan dan penuh kepentingan hingga saat ini (Aspirasi, 2023).
Plus dan Minus VOC sebagai Korporasi
VOC sebagai korporasi memiliki kelebihan dan kekurangan:
Aspek | Kelebihan | Kekurangan |
---|---|---|
Hukum Korporasi | Pionir sistem saham dan limited liability | Kekuasaan tanpa kontrol publik |
Ekonomi | Membuka jalur dagang internasional | Eksploitasi sumber daya dan tenaga kerja lokal |
Politik | Model awal hubungan bisnis-negara | Menjadi alat penjajahan dan dominasi kolonial |
Budaya | Pengenalan sistem administrasi modern | Warisan ketimpangan dan dominasi elit |
Kesimpulan
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) merupakan entitas yang menempati posisi unik dalam sejarah, tidak hanya sebagai korporasi pertama yang menerapkan prinsip-prinsip modern seperti limited liability, saham publik, dan pemisahan antara pemilik dan pengelola, tetapi juga sebagai representasi awal dari sinergi antara kekuasaan ekonomi dan politik dalam konteks kolonialisme. Dengan diberikannya hak oktroi oleh pemerintah Belanda, VOC memiliki kekuasaan luar biasa yang melebihi korporasi biasa—dari mencetak uang, mengangkat pejabat, hingga menyatakan perang—menjadikannya aktor non-negara yang mampu menjalankan fungsi kenegaraan secara de facto di wilayah jajahan, termasuk di Indonesia (Liputan6.com, 2023).
Kontribusi VOC terhadap pembentukan sistem hukum korporasi modern tidak dapat diabaikan. Model korporasi VOC menjadi cikal bakal dari struktur Perseroan Terbatas (PT) yang diadopsi dalam sistem hukum Indonesia. Prinsip tanggung jawab terbatas dan sistem saham publik yang diperkenalkan VOC masih menjadi pilar utama dalam praktik bisnis kontemporer (Hukumonline, 2007). Dalam konteks ini, studi historis mengenai VOC penting untuk memahami bagaimana entitas bisnis dapat berkembang menjadi instrumen kekuasaan yang memengaruhi lanskap hukum dan ekonomi suatu wilayah.
Namun demikian, keberadaan VOC juga meninggalkan warisan yang kompleks dan ambivalen. Di satu sisi, VOC memperkenalkan infrastruktur hukum dan birokrasi yang kemudian menjadi dasar bagi sistem administrasi modern. Di sisi lain, warisan tersebut juga menyisakan luka sejarah berupa eksploitasi sumber daya alam, perbudakan, dan ketimpangan sosial yang mendalam. Bahkan, praktik korupsi yang melekat dalam sistem VOC turut membentuk kultur birokrasi kolonial yang efeknya masih dirasakan dalam dinamika tata kelola pemerintahan di Indonesia masa kini (Aspirasi, 2023).
Oleh karena itu, kajian mengenai VOC tidak hanya relevan untuk memahami sejarah kolonialisme ekonomi, tetapi juga penting sebagai refleksi terhadap bagaimana korporasi dapat memengaruhi tatanan politik, budaya, dan sosial secara luas. Pengalaman historis VOC memberikan pelajaran tentang pentingnya pengawasan terhadap akumulasi kekuasaan oleh entitas bisnis, serta perlunya mekanisme hukum yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya publik. Dengan mempelajari VOC, kita dapat lebih kritis dalam memandang hubungan antara kapitalisme, hukum, dan kekuasaan dalam konteks global maupun nasional.
Daftar Pustaka
-
Aspirasi. (2023). Pengaruh Budaya VOC Menumbuhkan Korupsi di Kalangan ... [PDF]. https://journal.aspirasi.or.id/index.php/Semantik/article/download/595/568/2651(Aspirasi Journal)
-
Detikcom. (2021). 8 Hak Istimewa VOC, Tak Hanya Monopoli Dagang. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5837170/8-hak-istimewa-voc-tak-hanya-monopoli-dagang(detikcom)
-
Gramedia. (n.d.). Pengertian VOC, Sejarah, dan Tujuan Pembentukannya. https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-voc/(Gramedia.com)
-
Hukumonline. (2007). VOC, Korporasi Multinasional yang Digagas Seorang Pengacara. https://www.hukumonline.com/berita/a/voc-korporasi-multinasional-yang-digagas-seorang-pengacara-hol17822/(Hukumonline)
-
Inspirasinusantara. (2023). Kebudayaan Indis: Warisan Budaya Belanda yang Melekat di Nusantara. https://inspirasinusantara.id/kebudayaan-indis-warisan-budaya-belanda-yang-melekat-di-nusantara/(InspirasiNusantara.id)
-
Kemdikbud. (2019). Inilah Benteng Pertama VOC di Wilayah Indonesia. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/inilah-benteng-pertama-voc-di-wilayah-indonesia/(Direktorat Jenderal Kebudayaan)
-
Kumparan. (2023). Memahami Isi Hak Oktroi VOC dalam Masa Penjajahan Belanda. https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/memahami-isi-hak-oktroi-voc-dalam-masa-penjajahan-belanda-20VxwwYHqBG(kumparan)
-
Liputan6. (2023). Apa itu VOC: Sejarah, Tujuan dan Dampaknya di Indonesia. https://www.liputan6.com/feeds/read/5869017/apa-itu-voc-sejarah-tujuan-dan-dampaknya-di-indonesia(liputan6.com)
-
Media Indonesia. (2023). Mengenal Hak Istimewa Oktroi VOC yang Diberikan Parlemen Belanda. https://mediaindonesia.com/humaniora/610766/mengenal-hak-istimewa-oktori-voc-yang-diberikan-parlemen-belanda(Berita Terbaru Terpopuler Hari ini)
-
Universitas Jayabaya. (2023). Hukum Perusahaan. https://repo.jayabaya.ac.id/4617/1/Buku%20Hukum%20Perusahaan.pdf(Repository Universitas Jayabaya)
-
Wikipedia. (n.d.). Dutch East India Company. https://en.wikipedia.org/wiki/Dutch_East_India_Company(Wikipedia)
Komentar
Posting Komentar