Innovative Use Of Privacy Data Vs Data Protection, Is There Any Privacy If Customers Upfront Approval Is The Market Common Approach
*Essay yang disubmit dalam lomba essay nasional Allen & Overy Law Firm
Innovative
Use Of Privacy Data Vs Data Protection, Is There Any Privacy If Customers
Upfront Approval Is The Market Common Approach
By Fernando Tantaru
Abstract
Personal data privacy
in the era of big data and the use of personal data for political purposes. The
digital era and the increasing internet connectivity have provided wide access
to information but have also exposed personal data of users on a massive scale.
Personal data collected by technology companies can be used to develop
products, target advertisements, and analyze markets.
However, the use of
personal data also poses risks to individual privacy. Without clear consent,
personal data can be misused or used for unwanted political purposes. The
Cambridge Analytica scandal in 2018 serves as a real example of how personal
data from millions of Facebook users was misused for political purposes.
To protect personal
data privacy, clear regulations are needed regarding the use of data by
technology companies. Regulations must ensure that users give explicit consent
before their personal data is collected and used. Additionally, strict
sanctions are necessary for companies that violate data privacy to prevent
misuse.
The importance of
transparency and clear information about the use of personal data should also
be prioritized. Users should be given the option to access, update, or delete
their data from company databases. Thus, this article underscores the
importance of respecting personal data privacy and maintaining ethics in data
use to prevent privacy violations and data misuse in the future.
Keywords: Personal Data, Privacy, Innovation
Pendahuluan
Sejak digunakannya
data sebagai sumber informasi penting seseorang ataupun korporasi membuat
adanya kesadaran berupa privasi yang dijaga sebagai aset pribadi karena dengan
data privasi banyak keuntungan yang akan didapatkan oleh pihak lain dalam hal
ini perseorangan maupun korporasi ataupun perusahaan yang mengumpulkan dan
akhirnya menggunakan data pribadi atau privasi tersebut dengan tujuan profit baik
untuk pengembangan produk karena data pribadi tersebut menggambarkan kesukaan
dan minat dari orang dipakai datanya, kemudian penargetan iklan dan analisis
pasar lewat data-data pribadi orang yang sudah diakses dan dikumpulkan.
Pembahasan
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia pengertian data adalah keterangan yang benar dan nyata yang
dapat dijadikan dasar kajian.[1]
Sedangkan Pribadi sendiri memiliki arti manusia sebagai perseorangan (diri
manusia atau diri sendiri)[2]
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem
dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut PP No 82 Tahun 2012, pasal 1
ayat 27 mendefinisikan data pribadi yaitu “data perseorangan tertentu yang
disimpan, dirawat, dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya”. Menurut
penjelasan Pasal 1 ayat 1 Data Protection
Act Inggris tahun 1998 menentukan bahwa[3]:
“Data adalah setiap
informasi yang diproses melalui peralatan yang berfungsi secara otomatis
menanggapi instruksi-instruksi yang diberikan bagi tujuannya dan disimpan
dengan maksud untuk dapat diproses. Data juga termasuk informasi yang merupakan
bagian tertentu dari catatan-catatan kesehatan, kerja sosial, pendidikan atau
yang disimpan sebagai bagian dari suatu sistem penyimpanan yang relevan.”
Data di era modern
disebut dengan era big data, statusquo dengan jelas memberi gambaran
bahwa masyarakat mengakses informasi dengan sangat masif lewat internet hal itu
berimplikasi pada explosure data
pribadi yang masif di internet baik dalam mengakses streaming apps, marketplace
dan yang paling terbaru ada maraknya aplikasi pinjaman online yang meminta untuk mengakses data pribadi pengguna Seiring
dengan meningkatnya penggunaan internet dan aplikasi di berbagai aspek
kehidupan sehari-hari, banyak informasi pribadi yang tercatat dan disimpan
dalam jaringan digital.
Namun, perlu diakui
bahwa eksposur data pribadi yang besar ini juga membawa risiko terhadap privasi
individu. Saat berinteraksi dengan platform-platform
online, pengguna seringkali tidak menyadari atau mungkin kurang
memperhatikan konsekuensi dari memberikan data pribadi mereka. Data yang
dikumpulkan oleh aplikasi pinjaman online,
misalnya, sering meliputi informasi pribadi seperti nomor telepon, alamat,
riwayat kredit, dan data keuangan lainnya. Penggunaan data pribadi dalam jumlah
besar ini oleh pihak yang tidak berwenang atau untuk tujuan yang tidak jelas
dapat menyebabkan penyalahgunaan atau pelanggaran privasi yang serius.
Demi tidak melakukan
pelanggaran privasi terhadap data dari setiap orang, banyak perusahaan yang
bergerak dibidang e-commerce maupun
teknologi pada umumnya membuat opsi berupa inovasi persejuaan customer disaat
melakukan permintaan ketika meminta submit
data. Tentu menurut penulis ide ini sangat baik dalam pendekatan
perlindungan data pribadi calon pelanggan tetapi memiliki pro dan kontra
tentunya.
Meskipun persetujuan
awal ketika pelanggan akan mengakses data pribadinya dapat mencakup penggunaan
data yang jelas dan terdefinisi dengan akurat, masih mugkin ada penggunaan data
yang tidak terduga dimasa depan, kita tidak akan menduga kepentingan perusahaan
yang meminta data kita saat ini walapun jelas untuk suatu issues tetapi belum tentu akan sama issues yang saat ini dan di masa depan.
Hal ini akan
mengancam privasi pelanggan jika mereka tidak menyadari atau tidak menyetujui
penggunaan semacam itu nanti dimasa depan. Argumen-argumen yang berkonotasi
meragukan inovasi ini tentunya akan tetap eksis bagi orang-orang yang dengan
serius peduli dengan datanya, tetapi penulis akan mencoba melihat dari sisi point of view stakeholder perusahaan
bahwa apa sebenarnya tujuan melakukan inovasi ini.
Ini mengacu pada cara
kreatif dan bernilai untuk memanfaatkan data pelanggan sambil menghormati hak
privasi mereka. Bisnis dapat menggunakan analisis data untuk mendapatkan
wawasan tentang perilaku dan preferensi pelanggan, yang dapat mengarah pada
pengalaman personalisasi dan pemasaran yang lebih tepat sasaran. Kuncinya
adalah memastikan bahwa penggunaan inovatif data ini dilakukan dengan izin
eksplisit dari pelanggan dan sesuai dengan hukum dan regulasi perlindungan data
yang relevan.
Dengan adanya persetujuan
diawal dapat membuat adanya transparansi yang menunjukkan komitmen terhadap
transparansi dan membangun kepercayaan dengan pelanggan, karena mereka
mengetahui bagaimana data mereka akan digunakan. Kemudian berdasarkan
persetujuan: Ini sejalan dengan prinsip "persetujuan yang
diinformasikan" dalam perlindungan data, memastikan bahwa pelanggan dengan
sukarela memberikan data mereka untuk tujuan tertentu. Dan adanya kepatuhan ini
membantu bisnis mematuhi hukum perlindungan data dan menghindari masalah hukum
potensial. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi selanjutnya disebut UU PDP.
“Subjek
Data Pribadi berhak mendapatkan Informasi tentang kejelasan identitas, dasar
kepentingan hukum, tujuan permintaan dan penggu.naan Data Pribadi, dan akuntabilitas
pihak yang meminta Data Pribadi.”
Dalam elemen kontra,
penulis melihat bahwa walaupun adanya persetujuan penggunaan data diawal ini
sebenarnya membantu perusahaan dan tentunya customer dalam perlindungan akan
data pribadi, tetapi data pribadi yang diminta oleh perusahaan kemudian
diberikan oleh customer dengan tujuan
awal misalnya untuk kepentingan bersama, akan tetap bertahan menjadi bank data
yang bisa saja akan dipergunakan dimasa depan dengan tujuan yang hanya
menguntungkan perusahaan semata. Salah satu isu yang penulis lihat akan ada
peluang untuk dipergunakan dimasa mendatang adalah penggunaan data tersebut
untuk kepentingan politik.
Prediksi pilihan
politik berdasarkan data pribadi yang dikumpulkan dari perilaku online dan interaksi media sosial telah
menjadi isu yang kontroversial dalam dunia politik dan privasi. Dalam era di
mana teknologi informasi semakin maju dan kita semakin terhubung secara
digital, data pribadi yang dihasilkan dari aktivitas online menjadi sumber
informasi yang sangat berharga bagi pihak politik dan peneliti. Namun,
penggunaan data ini untuk memprediksi dan mempengaruhi pilihan politik dan
preferensi suara massa memiliki implikasi etika dan keamanan data yang serius.
Salah satu masalah
utama adalah privasi dan keamanan data. Data pribadi yang dikumpulkan dari platform media sosial dan situs web lainnya sering kali berisi informasi
sensitif tentang kehidupan pribadi, preferensi politik, keyakinan agama, dan
lain-lain. Ketika data ini dikumpulkan tanpa izin yang jelas atau ketika
pengguna tidak menyadari sejauh mana data mereka digunakan, dapat terjadi
pelanggaran privasi yang serius. Penyalahgunaan data pribadi dapat berdampak
pada reputasi, kebebasan, dan keamanan individu.
Selanjutnya,
penggunaan data untuk memprediksi preferensi politik dapat menciptakan "filter bubble" atau gelembung
filter di dalam ekosistem media sosial. Algoritma yang digunakan oleh platform media sosial untuk menyajikan
konten kepada pengguna cenderung menampilkan informasi yang sesuai dengan pandangan
dan preferensi yang ada sebelumnya. Hal ini dapat menyebabkan terpencilnya
individu dari pandangan dan informasi alternatif, sehingga mengurangi keragaman
perspektif dan mendorong polarisasi politik.
Kasus penggunaan data
pribadi untuk kepentingan politik pernah melibatkan nama besar facebook dalam
penggunaan data pribadi penggunanya yaitu skandal Cambridge Analytica pada
tahun 2018. Skandal Cambridge Analytica pada tahun 2018 adalah salah satu
skandal data terbesar dalam sejarah media sosial yang melibatkan perusahaan
konsultan politik bernama Cambridge Analytica dan platform media sosial
Facebook.
Cambridge Analytica
adalah perusahaan konsultan politik yang berbasis di Inggris. Mereka mengklaim
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemilihan dengan menggunakan analisis
data psikometrik. Pada tahun 2013, seorang ilmuwan data bernama Aleksandr
Kogan, yang terafiliasi dengan Universitas Cambridge, mengembangkan aplikasi
kuis kepribadian bernama "This Is
Your Digital Life."
Aplikasi ini diundang
oleh beberapa pengguna Facebook untuk mengambil kuis kepribadian dan menawarkan
kompensasi kecil sebagai imbalannya. Namun, Kogan juga menggunakan aplikasi
tersebut untuk mengumpulkan data pribadi dari lebih dari 87 juta pengguna
Facebook tanpa persetujuan mereka. Data yang dikumpulkan termasuk informasi
demografis, minat, dan aktivitas online pengguna, serta data dari teman-teman
mereka dalam jaringan.
Cambridge Analytica
kemudian memperoleh data yang dikumpulkan oleh Kogan secara ilegal dan
menggunakannya untuk mengembangkan profil psikografis yang sangat rinci tentang
pengguna Facebook. Profil ini kemudian digunakan untuk menyusun pesan politik
yang disesuaikan secara khusus untuk mempengaruhi preferensi pemilih dan
mendukung kampanye politik klien mereka.
Skandal ini mencuat
ke permukaan pada Maret 2018 ketika wartawan dari The Guardian dan The New York
Times melaporkan praktik pengumpulan data Cambridge Analytica. Laporan tersebut
mengungkap bagaimana data pribadi jutaan pengguna Facebook telah disalahgunakan
tanpa izin mereka untuk tujuan politik. Skandal ini memicu kekhawatiran tentang
privasi data dan pengaruh media sosial dalam politik.
Akibat dari skandal
ini, Facebook menghadapi tekanan dari publik, regulator, dan pihak berwenang
untuk mengatasi masalah privasi dan penggunaan data. CEO Facebook, Mark
Zuckerberg, dipanggil untuk memberikan kesaksian di hadapan Kongres AS dan
Parlemen Eropa mengenai masalah ini. Selain itu, Cambridge Analytica
mengumumkan penghentian operasi bisnisnya sebagai akibat dari tekanan publik
dan investigasi yang dilakukan.
Skandal Cambridge
Analytica menjadi pemicu perubahan kebijakan dan tindakan peningkatan privasi
oleh Facebook dan perusahaan teknologi lainnya. Pada akhirnya, skandal ini
menyoroti pentingnya melindungi data pribadi pengguna dan mendorong perusahaan
teknologi untuk meningkatkan transparansi dan bertanggung jawab dalam
pengelolaan data pengguna mereka.
Baru-baru ini
juga, Kongres Amerika Serikat (AS) memanggil CEO TikTok, Shou
Zi Chew untuk mempertanyakan keamanan aplikasi tersebut. Parlemen AS secara
konsisten mengkritisi komitmen TikTok dalam melindungi data pribadi penggunanya, terutama warga AS
sendiri. Pemerintah dan Parlemen AS menuduh perusahaan multinasional tersebut
menjadi informan bagi pemerintah China dan melakukan praktik spionase.
Untuk menghindari
adanya penggunaan data dimasa depan dengan tujuan – tujuan politik seperti ini
maka perlu ada regulasi yang jelas dalam penggunaan data melalui bank data
suatu perusahaan teknologi di masa mendatang terutama dibagian pemberian
sanksi. Sanksi yang Ketat akan Jika
perusahaan teknologi melanggar aturan privasi data atau menggunakan data secara
tidak etis untuk kepentingan politik, harus ada sanksi yang berat yang
diterapkan. Sanksi ini harus mencakup denda yang signifikan dan mungkin
pencabutan izin operasional jika pelanggaran berat terjadi. Dengan jelas sanksi
ini telah termuat dalam UU PDP tetapi hanya mencakup ketentuan pidana saja yang
temuat dalam pasal 68-69 tetapi tidak termuat ketentuan perdata dalam hal iniaadalah wanprestasi dimana ketika perusahaan
melakukan inovasi dengan cara meminta izin penggunaan data sejak awal harus
dilakukan dengan prinsip-prinsip perjanjian perdata antara perusahaan dengan customer jika ada pihak yang dikemudian
hari mengambil keuntungan dengan data pribadi customer dalam rentang waktu yang
tidak ditentukan sejak awal maka akan terjadi wanprestasi perusahaan kepada customer.
Penutup
Pelanggaran ini dapat
mengakibatkan konsekuensi hukum dan reputasi yang serius bagi perusahaan. Dalam
kasus-kasus di mana perusahaan terlibat dalam wanprestasi terkait data pribadi,
pelanggan yang merasa hak-hak mereka dilanggar dapat menuntut ganti rugi atau
melakukan tindakan hukum lainnya untuk menegakkan hak mereka. Selain itu,
regulator juga dapat memberlakukan sanksi dan denda kepada perusahaan yang
melanggar regulasi privasi data.
Penting bagi
perusahaan untuk memahami pentingnya mematuhi prinsip-prinsip perjanjian
perdata dan menghormati privasi pelanggan. Melakukan praktik bisnis yang etis
dan transparan dalam penggunaan data pribadi adalah kunci untuk membangun
kepercayaan dengan pelanggan dan memastikan keberlanjutan jangka panjang
perusahaan.
[1] KBBI. “Pengertian Data”.
https://kbbi.web.id/data diakses pada 21 Juli 2023 Pukul 13;.00
[2] KBBI. “Pengertian kata Pribadi”.
https://kbbi.web.id/pribadi diakses pada 21 Juli 2023 Pukul
13;.00
[3]
Pasal 1 ayat (1). Data
Protection Act Inggris tahun 1998
Komentar
Posting Komentar