Dewasa (Vol 8) - Ingin kembali ke masa kecil



Halloooo, Bisa dibilang, I’m a storyteller karena aku suka banget menceritakan sisi overthinking-ku di Blogspot. Tapi kali ini, mungkin ceritanya agak lebih deep, karena aku membahas tentang ketakutan saat menjadi dewasa—fase yang sedang aku jalani sekarang. Jujur, kadang rindu banget sama masa kecil. Waktu semuanya terasa lebih simple. Biggest problem back then was just finishing PR atau nggak boleh main sampai malam. Nggak ada yang namanya mikirin karier, relationship, atau masa depan yang penuh dengan uncertainty.

Masa kecil itu penuh kenikmatan—bebas bermain tanpa beban, merasa terlindungi oleh orang tua, dan percaya bahwa dunia ini selalu adil. Sederhana, penuh tawa, dan nggak pernah khawatir soal hal-hal besar. Dulu, aku nggak pernah kepikiran kalau suatu saat harus menghadapi realitas hidup yang lebih rumit. Tapi sekarang, sebagai orang dewasa, aku mulai menyadari bahwa masa kecil itu adalah fase yang paling nyaman, di mana tanggung jawab belum terasa seberat sekarang.

Waktu kecil, masalah terbesar mungkin hanyalah harus bangun pagi untuk sekolah, atau bingung mau pilih mainan apa di toko. Semua terasa seperti petualangan seru yang nggak ada habisnya. Kadang, rasanya ingin kembali ke masa-masa itu, di mana satu-satunya hal yang kita tunggu-tunggu adalah hari libur, dan pikiran terberat hanya soal nilai ulangan. 

Kini, dengan semua tanggung jawab yang ada—mulai dari karier, pilihan hidup, sampai menghadapi kenyataan bahwa orang tua semakin menua—kita sadar bahwa kedewasaan tidak seindah yang dibayangkan. But, that’s life, right? Mungkin itulah kenapa, semakin dewasa, kita semakin menghargai kenangan masa kecil. 

Masa kecil juga terasa menyenangkan karena ada rasa kebebasan yang berbeda. Dulu, aku bisa berlari ke lapangan, bermain tanpa peduli waktu, tanpa khawatir tentang apa yang akan terjadi besok. Sekarang, setiap langkah terasa penuh dengan pertimbangan, ada rasa tanggung jawab yang selalu menghantui. Terkadang, rasanya aku ingin menekan tombol pause dan kembali ke masa itu, meskipun hanya untuk sementara.

Namun, meskipun dewasa menghadirkan banyak ketakutan dan kekhawatiran, di satu sisi aku sadar bahwa fase ini juga membawa pertumbuhan. We learn to face our fears, embrace responsibilities, and find our path. Di usia 20-an, kita mulai merasakan bagaimana hidup berkembang dengan begitu cepat. Milestone-milestone penting mulai muncul: ada yang sudah menikah, membangun keluarga, sementara yang lain berhasil menemukan karier yang sudah stabil dan sustain. Melihat orang-orang di sekitar kita mencapai tahap-tahap penting tersebut sering kali membuat kita merasa seolah-olah tertinggal atau belum cukup berhasil. Hal ini bisa sangat stressful.

Di saat teman-teman sudah mengadakan pesta pernikahan atau mengumumkan promosi besar di tempat kerja, mungkin ada perasaan insecure muncul. Kita mulai bertanya-tanya, "Apakah aku berada di jalur yang benar? Apakah aku sudah cukup sukses?" Di usia 20-an, perbandingan menjadi sangat nyata, apalagi dengan kemudahan media sosial yang memperlihatkan semua pencapaian orang lain dalam satu klik. Rasanya sulit untuk tidak membandingkan perjalanan kita dengan mereka, padahal setiap orang memiliki ritme dan jalurnya masing-masing.

Selain itu, ada tekanan internal dari diri sendiri yang semakin kuat. Di usia ini, kita mulai menuntut banyak dari diri kita. Bukan hanya soal karier, tapi juga soal kehidupan pribadi. Mungkin kita mulai berpikir, "Apakah aku harus menikah? Apa aku sudah siap untuk komitmen besar?" Tekanan untuk mencapai standar hidup tertentu, baik dalam hal karier, finansial, maupun hubungan, bisa sangat overwhelming. Di tengah-tengah semua itu, kita kadang lupa bahwa kedewasaan tidak diukur dari seberapa cepat kita mencapai milestone-milestone tersebut, melainkan dari bagaimana kita belajar, tumbuh, dan beradaptasi dengan perjalanan hidup yang penuh dengan lika-liku ini.

Pada akhirnya, setiap fase dalam hidup memiliki tantangan dan keindahannya masing-masing. Menjadi dewasa memang tidak mudah; it’s full of pressure, fears, and comparisons that can sometimes feel exhausting. Namun, kedewasaan juga memberi kita ruang untuk bertumbuh, belajar, dan memahami bahwa life doesn’t always go as planned. Setiap orang memiliki jalannya sendiri, dan kita tidak perlu terburu-buru untuk mencapai apa yang orang lain sudah capai.

Yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapi perjalanan ini dengan kesadaran bahwa everything takes time. Kita belajar untuk menerima bahwa tidak apa-apa jika belum mencapai titik yang diharapkan, selama kita terus berjalan, terus berusaha, dan tetap berpegang pada tujuan hidup kita. Kedewasaan mengajarkan bahwa every step, no matter how small, still matters in shaping our unique life story.

Jadi, meski masa kecil terasa seperti tempat yang paling aman, becoming an adult is about having the courage to face life with all its dynamics and uncertainties, while continuously discovering and celebrating moments of joy in every phase we go through. As we navigate this journey, let’s remember to be kind to ourselves and embrace the beautiful messiness of adulthood.




Komentar

Postingan Populer