Gencatan Senjata Palestina-Israel ? Sebuah Jeda, Bukan Solusi
Setelah 460 hari agresi brutal yang devastating banget, akhirnya Hamas Palestina dan Israel agree untuk melakukan gencatan senjata mulai 19 Januari 2025. Honestly, hearing this news buat ogut semacam bittersweet. On one side, we’re relieved karena kekerasan bisa berhenti sementara, but on the other side, this feels like just another band-aid solution to a problem that’s way bigger than just perang fisik.
This is Not the First Ceasefire
Let’s be real, gencatan senjata semacam ini udah sering banget terjadi dalam sejarah konflik Israel-Palestina. Tapi, apakah itu pernah bener-bener menyelesaikan masalah? Nope. It’s like putting a temporary pause button while the real issue, yaitu pendudukan dan pelanggaran hak-hak warga Palestina, still remains unresolved.
Selama lebih dari setahun terakhir, kita udah lihat Gaza dihancurin secara sistematis. Korban jiwa? 46.707 warga Palestina. And that’s not just a number—it’s people, families, lives that could’ve been something, but ended tragically. Gencatan senjata mungkin bisa memberikan jeda untuk healing, tapi apakah itu cukup untuk memperbaiki trauma yang udah terjadi? Highly doubtful.
The World Will Move On, and That’s Scary
Ini concern utama ogut dengan adanya ceasefire, perhatian dunia bakal pelan-pelan pindah ke isu lain. Global attention span itu kan pendek banget. Once the media stops broadcasting the horrors of Gaza, orang-orang bakal balik lagi ke daily life mereka. Activists yang sekarang masih vokal pun bisa mulai shift ke isu baru, and that’s dangerous. Karena ketika perhatian dunia hilang, perjuangan Palestina buat merdeka jadi makin berat.
In a way, ceasefire ini semacam reset button for the global conscience. Orang bisa bilang, “Oh, sekarang kan udah ada damai,” padahal in reality, Palestina masih dalam status quo penjajahan. And to me, that’s just plain unfair.
Why It’s Hard for Palestine to Move Forward
Kemerdekaan Palestina itu bukan cuma soal ending the war, tapi soal ending the occupation. Israel masih memblokade Gaza, masih memperluas pemukiman ilegal di Tepi Barat, dan masih membatasi akses orang Palestina ke kebutuhan dasar seperti air bersih dan listrik. Kalau gencatan senjata cuma jadi excuse buat nge-freeze keadaan sekarang, Palestina bakal terus terjajah secara de facto.
Dan ini yang bikin ogut frustrasi: ceasefire is often seen as progress, padahal kalau nggak ada follow-up action, it’s just a pause. Konflik ini kompleks banget, dan butuh solusi yang nggak cuma berhenti di penghentian kekerasan.
What Needs to Happen Next
Kita nggak boleh settle dengan gencatan senjata doang. The international community harus push harder untuk bener-bener mengadvokasi hak kemerdekaan Palestina. Ini bukan soal pilih-pilih pihak, tapi soal basic human rights. Negara-negara besar, especially yang sering claim sebagai penjaga perdamaian dunia, harus ambil sikap tegas untuk mengakhiri pendudukan Israel dan support the establishment of a free Palestinian state.
Selain itu, kita yang di luar Palestina juga punya tanggung jawab untuk nggak berhenti ngomongin ini. Keep raising awareness, keep campaigning, and jangan sampai lupa bahwa ini bukan cuma soal politik, tapi soal kemanusiaan.
Final Thoughts
Gencatan senjata ini bisa jadi awal, tapi definitely bukan akhir. It’s a chance for everyone to reflect dan mulai ambil langkah nyata buat bener-bener memperjuangkan keadilan. Kalau kita cuma puas dengan peace yang sementara, kita basically bilang ke Palestina bahwa mereka harus terus survive dalam penjajahan. Dan sebagai manusia, gue rasa kita bisa, dan harus, lebih baik dari itu.
#FreePalestine, From the river to the sea, Palestine will be free
Komentar
Posting Komentar